PROSES DAN FAKTOR
BELAJAR
Tugas Psikologi Umum 2
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
Dosen : Henny Regina Salve
Disusun Oleh :
Dinda Dewi L 12511150
Hilma
Nursela Gantriani 13511388
Kerenhapukh 13511934
Mico Abraham 14511466
Panca Junior Maihami 15511488
Revi Ariesti 16511016
1PA06
Jurusan Psikologi
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
Jakarta
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penyusunan dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
dan lancar dengan judul ‘PROSES DAN FAKTOR BELAJAR´.
Dengan tekad
yang kuat dan rasa tanggung jawab, akhirnya
makalah ini
dapat disusun guna melengkapi tugas Psikologi Umum. Dengan kerja keras dan
dukungan dari berbagai pihak, penyusun berusaha untuk dapat mencapai hasil yang sebaik
mungkin meski dalam penyusunan makalah ini menghadapi berbagai kesulitan karena keterbatasan
ilmu pengetahuan dan terbatasnya waktu.
Terima kasih
yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Ibu Henny
Refina Salve selaku dosen mata kuliah Psikologi Umum, atas kesempatan dan
bimbingan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan baik dari segi tulisan ataupun materi, karenanya kritik
dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan dimasa yang akan datang.
Semoga apa yang disajikan dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca, terima kasih.
Jakarta, April 2012
Penyusun
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.................................................................................
i
Daftar
Isi........................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................
1
1.2 Tujuan................................................................
1
BAB II
PERMASALAHAN................................................................ 2
1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
Belajar dan hasil belajar………............................................ 2
1.4 Faktor
yang berpengaruh..................................................... 2
1.5 Proses
belajar……………......................................................... 2
1.6 Trial and Error Learning………………………………………………….... 2
1.6 Insight
Learning…………………………………………….. 3
1.6 Conditioning Learning……………………………………………………… 4
1.7 Teori Dalam Belajar yang
Berorientasi Behaviorisme……….. 4
1.8
Teori
Asosiasi………………………………………………………………….. 4
1.9 Teori fungsionalisme…………………………………………………………
5
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………. 6
1.8
Kesimpulan.......................................................................... 6
1.9 Daftar Pustaka................................................... 7
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
1.1 Belajar
Pendapat
beberapa ahli mengenai belajar :
1.
Cronbach,
Lindgren, Crow and Crow
Belajar
adalah “perubahan tingkah laku yang terjadi karena pengalaman”. Kelemahan dari
pendapat ini adalah karena tidak semua pengalaman yang merubah tingkah laku
adalah hasil belajar.
2.
Masrun,
Sri Mulyani
Belajar
adalah “proses perubahan lahir dan batin dimana perubahan yang terjadi bersifat
positif dan relatif permanen”. Kelamahan pendapat ini adalah karena bagaimana
proses tersebut berlangsung tidaklah jelas.
3.
Morgan
Belajar
adalah “segala perubahan perilaku yang relatif permanen yang muncul sebagai
akibat dari latihan dan pengalaman”.
Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa
definisi dari belajar adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja yang dapat
menimbulkan tingkah laku ( baik actual / nyata maupun potensiil / tidak tampak
) dimana perubahan yang dihasilkan tersebut bersifat positif dan berlaku dalam
waktu yang relatif lama.
1.2
Tujuan Penulisan
· Sebagai
syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Umum.
· Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan kita dalam membuat
makalah.
· Sebagai sarana untuk menyalurkan pengetahuan yang
telah di peroleh selama pembelajaran Psikologi Umum.
· Untuk menambah pengetahuan tentang proses belajar yang baik.
· Menambah wawasan tentang teori pembelajaran.
BAB
II
PERMASALAHAN
v FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES
BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
A. Faktor
yang berpengaruh
Dalam proses belajar perlu kita mengenal input (
individu yang akan melakukan proses belajar ) dan factor-faktor yang
berpengaruh dalam proses belajar agar tercapai hasil belajar (output ) seperti
yang diharapkan. Jadi proses yang berpengaruh adalah :
1.
INTERNAL
Faktor
yang berasal dari diri individu meliputi faktor :
Ø Fisiologis : Kondisi jasmani, fungsi alat indera, saraf
sentral, dan sebagainya.
Ø Psikologis
: Minat, motivasi, emosi, intelegensi, bakat, dan sebagainya.
2. EKSTERNAL
Faktor diluar diri individu yang mempengaruhi proses belajar dan
meliputi faktor :
Ø Sosial/Lingkungan,
meliputi pola asuh dalam keluarga, dukungan dari lingkungan di sekitar individu
Ø Instrumental,
meliputi alat perlengkapan belajar, ruang belajar, ventilasi. penerangan,
cuaca, materi yang diberikan, dan peraturan yang mengikat.
B.
Proses – proses belajar
Faktor-faktor
yang positif akan mendukung output proses belajar (hasil belajar atau prestasi
) yang positif. Sebaliknya factor yang negative akan menyebabkan output hasil belajar
yang negative. Untuk dapat mengetahui apakah output sudah sesuai yang
diinginkan, maka diperlukan evaluasi dengan memberikan feedback ( umpan balik
). Ada tiga
pokok pandangan mengenai proses terjadinya belajar, yaitu :
1.
Trial
and Error Learning, yaitu proses belajar yang terjadi melalui
coba-coba (trial) dan kesalahan (error). Tokoh dari teori ini adalah Thorndike. Thorndike
membuat 3 hukum primer dalam proses belajar “Trial and Error”, yaitu :
a.
The Law of Effect (Hukum Akibat)
Suatu
perbuatan yang menghasilkan kepuasan akan cenderung di ulang kembali dan
sebaliknya.
b.
The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Terdiri dari dua hukum utama,
yaitu used (suatu latihan yang memperkuat stimulus dan respon) dan disused
(hubungan stimulus dan respon akan melemah jika jarang di ulang.
c. The Law
of Readiness (Hukum Kesiapan)
Terdiri dari 3 hukum utama,
yaitu:
1.
Jika individu sudah siap untuk melakukan sesuatu
dan di beri kesempatan untuk melakukannya, maka akan timbul kepuasan.
2.
Jika individu sudah siap untuk
melakukan sesuatu dan tidak diberikan kesempatan, maka akan timbul
kekecewaan dan mendorong individu melakukan aktifitas tertentu sebagai
pelampiasan.
3. Jika
individu belum siap untuk melakukannya tetapi di paksa maka akan timbul
perasaan tidak puas dan mendorong individu untuk melakukan tindakan tertentu
sebagai pelampiasan rasa ketidakpuasannya tersebut.
Thorndike
juga mengemukakan 5 hukum sekunder, yaitu :
1.
Law of Multiple Responese (Hukum
Reaksi Ganda,) dalam
menghadapi stimulus baru, akan di pakai berbagai macam respon.
2.
Partial Activity, kemampuan mengadakan reaksi
secara selektif.
3.
Attitude, arah dan
bentuk belajar yg kita lakukan di pengaruhi oleh sikap kita.
4.
Reaction by Analogy, untuk
menghadapi situasi baru, individu cenderung melakukan reaksi yang pernah
dilakukannya terhadap situasi yang sama atau mirip dengan situasi yang baru
tersebut.
5.
The Law of Associative Sheffting, belajar berdasarkan asosiatif.
2.
Insight
Learning, yaitu proses belajar yang diawali dengan proses trial dan dan error,
tetapi dari peristiwa tersebut akhirnya dicapai sutu pemahaman. Tokoh dari
teori ini adalah Kohler dan Koffka. Contoh
dari insight learning adalah ketika seekor simpanse yang naik ke atas kotak
untuk mengambil sebuah makanan dengan
melalui proses trial dan error akhirnya dia bisa mendapatkan makanan.
3.
Conditioning
Learning, yaitu proses belajar melalui pengkondisian yang menitik beratkan pada belajar asosiatif. Membuat suatu hubungan baru dari dua peristiwa. Ahli
psikologi membedakan pelajaran asosiatif dalam bentuk pengkondisian klasikal
dan pengkondisian operan. Tokoh dari teori ini adalah Pavlov dan Skinner.
a. Pengkondisian klasikal ( Classical Conditioning /
Respondent Conditioning )
Istilah “classical”
berasal dari eksperimen “klasik” yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936).
Pavlov seorang psikolog Rusia yang memperkenalkan konsep dasar pengkondisian
klasik. Pengkondisian klasik disebut respondent conditioning karena organism
hanya semata-mata sebagai penerima proses pengkondisian, dengan kata lain yang
mengontrol pengkondisian adalah eksperimenter.
·
Dasar-dasar
pengkondisian klasik
ü Inti dari pengkondisian klasikal memasangkan 2
stimilus
ü Stimulus yang pertama disebut unconditioned stimulus
(US) atau stimulus tak bersyarat yaitu stimulus yang menimbulkan respon yang
sifatnya alami. Unconditioned respone (UR) / respon tak bersyarat. Misalnya,
anjing melihat makanan akan melakukan respon dengan mengeluarkan air liur.
·
Teori
pengkondisian klasik
Teori pengkondisian klasik menjelaskan dan memberikan
suatu aturan tertentu dalam pengkondisian klasik, serta menjelaskan proses yang
terjadi. Teori pertama yang muncul dari pengkondisian klasik ini adalah substitusi
stimulus dan teori yang terbaru adalah tentang informasi dan pengharapan (
ekspektasi ).
·
Contiguity
/ interfal pemasangan
Interfal pemasangan juga berpengaruh dalam kecepatan
proses belajar asosiasi. Ada lima metode dalam memasangkan CS dan US, yaitu :
ü Simultaneous Conditioning, CS dan US diberikan serentak pada saat yang sama.
ü Delayed Conditioning, CS dahulu diberikan baru kemudian US dan berakhir
bersama-sama
ü Trace conditioning, CS diberikan lebih dahulu, diberi tenggang waktu,
baru kemudian US di berikan.
ü Backward Conditioning, US diberikan lebih dahulu baru kemudian diikuti CS.
ü Temporal Conditioning, penyajian CS dan US tidak tentu / bervariasi,
kadang-kadang US dahulu, kadang-kadang CS dahulu.
·
Pemadaman
( extinction ) dan pemulihan spontan ( spontaneous recovery )
Para ahli tidak hanya berhenti pada masalah pemadaman
ini karena pemadaman hanya suatu proses belajar yang baru . Hal tersebut dapat
dibuktikan melalui dua cara, yaitu :
ü Spontaneous recovery, suatu condisi dimana CR yang telah hilang pada proses
extinction dapat pulih kembali setelah interval waktu istirahat tertentu.
ü Proses Reconditioning ( pengkondisian kembali ), lebih cepat terjadi daripada proses pengkondisian
biasa.
·
Generalisasi
Stimulus dan Diskriminasi
Pavlov
mengemukakan bahwa anjing yang berliur saat di bunyikan bel, juga akan
mengeluarkan air liur ( meskipun tidak terlalu banyak ) saat anjing itu
mendengar bunyi bel. Hal tersebut menunjukkan bahwa anjing telah melakukan
generalisasi bunyi bel dengan bunyi -bunyian lain meskipun dapat munculnya
respon bersyarat.
·
Aplikasi
pengkondisian klasikal
Proses
belajar dengan pengkondisian klasik seperti pada percobaan Pavlov sulit
diterapkan pada kehidupan manusia. Tetapi proses pengkondisian klasik pada
manusia dapat kita tinjau melalui respon emosional yang terkondisi terhadap
stimulus tertentu.
b.
Operan atau Pengkondisian Instrumental (Operan Conditioning /
instrumental conditioning )
Pengkondisian
operan disebut juga dengan pengkondisian instrumental karena inti dari proses
belajar pengkondisian instrumental terletak pada penggunaan prilaku organisme
sebagai alat atau instrument untuk mengubah lingkungan sehingga menghambat
perilaku yang diinginkan dan memperlancar perilaku yang tidak diinginkan.
Pengkondisian operan diteliti oleh B.F Skinner, untuk memahami pengkondisian
operan kita perlu membedakan apa itu “Prilaku Respon dan Operan”.
ü Perilaku Respon, respon langsung pada
stimulus. Seperti akomodasi bola mata sebagai respon pada kilatan cahaya atau
hentakkan kaki sebagai respon pada pukulan di tempurung lutut.
ü Perilaku Operan, dikendalikan oleh akibat
dari perilaku respon. Bila akibat dari perilaku respon itu positif, maka kita
akan cenderung mengulanginnya. Sebaliknya bila akibat dari perilaku respon itu
negative, maka kita cenderung tidak mengulanginya.
Kekuatan operan
(akibat adanya reinforcement) dapat diukur melalui:
1. Laju respon (rate of respon), artinya makin sering respon terjadi selama interval waktu tertentu, makin besar kekuatan operannya.
2. Jumlah total repon selama pemadaman (total number of res-ponses during
extinction),
artinya penguatan tunggal dapat menghasilkan kekuatan operan yang cukup besar
apabila selama pemadaman respon tetap berlangsung.
C.
Teori Dalam Belajar yang
Berorientasi Behaviorisme
1.
Teori asosiasi
Penelitian
Thorndike terhadap tingkah laku biantang mencerminkan prinsip dasar proses
belajar yang dianut oleh Thorndike, yaitu bahwa dasar dari belajar adalah
asosiasi. Menurutnya, dari berbagai situasi yang
diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat
terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi
dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia
baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua
struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar
terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh
karena itu, menurut Hudojo (dalam Asnaldi, 2008) teori Thondike ini disebut teori asosiasi.
Dari eksperimen yang
dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
·
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons
menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin
kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
·
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi
bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
·
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus
dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan
semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2.
Teori fungsionalisme
Mempelajari
psikis tidak bertitik tolak pada komposisis atau struktur mental yang tediri
dari elemen-elemen, tetapi dari proses mental yang mengarah pada akibat-akibat
yang praktis. Salah satu teori Fungsionalisme yang terkenal adalah
teori mengenai emosi. Psikologi
mengenai emosi pertama yang mengasumsikan keberadaan emosi diskrit yang
memiliki naluriah dasar dan dipisahkan dari perasaan tertentu.
Ø
Teori-Teori Emosi
Walgito, 1997 (dalam DR. Nyayu Khodijah), mengemukakan
tiga teori emosi, yaitu:
ü Teori Sentral
Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya. Contohnya : orang menangis karena merasa sedih.
Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya. Contohnya : orang menangis karena merasa sedih.
ü Teori Periferal
Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat bernama William James (1842-1910). Menurut teori ini justru sebaliknya, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini, orang tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis.
Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat bernama William James (1842-1910). Menurut teori ini justru sebaliknya, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini, orang tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis.
ü Teori Kepribadian
Menurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan oleh J. Linchoten.
Menurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan oleh J. Linchoten.
BABIII
KESIMPULAN
Manusia dalam proses belajar mempunyai faktor-faktor pendorong yang dapat
mempengaruhi manusia itu sendiri, faktor-faktor itu dapat bersifat positif
maupun negatif dan faktor itu bisa datang dari internal maupun eksternal. Semua
itu tergantung dari manusia itu sendiri yang menganggap faktor-faktro tersebut
menjadi negatif atau positif dalam melakukan proses belajar. Dan teori proses
belajar lah yang akan membantu manusia untuk melakukan proses belajar agar
dapat melakukan proses belajar dengan baik. Teori yang mempengaruhi: Trial and
Error , Insoght , Conditioning. Proses belajar yang dapat dilakukan manusia di
pengaruhi oleh faktor-faktor dan teori-teori yang melengkapinya tapi tetap yang
menentukan nya adalah manusia itu sendiri dalam melakukan proses belajar dengan
baik atau kurang baik.
Daftar Pustaka
A.G, Davis. 1983. Educational Psychology: Theory and Practice.
Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Azwar, S. 1999. Pengantar Psikologi Intelegensi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Esti, Sri. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
RIMM, Sylvia. 2003. Mendidik & Menerapkan Disiplin pada Anak
Prasekolah. Jakarta: Gramedia.
Riyanti, D.B.P., S H.
Prabowo. 1998. Psikologi Umum 1.
Jakarta: Penerbit Gunadarma.
Riyanti, D.B.P., S H.
Prabowo. 1998. Psikologi Umum 2.
Jakarta: Penerbit Gunadarma.
W.S, Winkel. 1987. Psikologi pengajaran. Jakarta: Media
Abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar